(Indonesiadaily.co.id)
Indonesia adalah sautu negara yang bercirikan demokrasi, terminolgi demokrasi bersal dari bahasa yunani, yang bersal dari kata Demos dan Kratos, demos berarti rakyat dan kratos berarti kekuasaan maka dapat di tarik kesimpulan demokrasi adalah kekuasaan oleh rakyat.
Selaras dengan apa yang tertuang dalam UUD 1945,Pasal 1 angka 2 menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, terang benderanglah kalau rakyat memegang kekuasaan tertinggi di Republik Indonesia ini yang kita cintai bersama,jadi sudah jelas tidak perlu ditafsirkan bemacam-macam lagi makna hukumnya ( In Claris Non Fit Interpretario).
Dalam melaksanakan roda pemerintahan dalam bernegara setiap lima tahun sekali kita mengadakan pemilu, baik pemilhan presiden dan wakil predisen, DPR RI, DPRD Tingkat I, DPRD Tingkat II, dan pemilihan Dewan Perwakilan Daaerah amanat ini seusai dengan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum. Kesemua pelaksanan pemilihan pemimpin dan wakil rakyat ini adalah manifestasi untuk mengejawantahkan amanah UUD 1945. Inilah yang disebut Pemilu ( Pemilihan Umum ) yang dinarasikan sebagai pesta rakyat, pestanya segala kaum dalam berdemokrasi baik kaum proletar (Rakyat Jelata) atau kaum borjuis (Golongan Mapan), Mayoritas, Minoritas untuk memelih pemimpinya dan wakil-wakil Rakyatnya di semua tingkatan.
Akan tetapi menyongsong gegap gempita pemilu serentak pada tahun 2021 menyisakan satu pertanyaan besar yang perlu dijawab yaitu,” apakah betul pesta demokrasi dalam bentuk pemilu adalah pesta rakyat”, sebab pesta dalam bahasa awam adalah sebuah kegiatan sosial sebagai tanda perayaan dalam suasana kegembiraan oleh orang-orang yang merayakannnya. Jika kita integrasikan dengan istilah pesta demokrasi maka makna yang muncul adalah, sebuah proses dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memberikan mandat pemberian mandat kepada wakil rakyat untuk mengurus hajat hidup rakyat itu sendiri.
Lalu apa indikator yang akan di gunakan kalau pesta dalam bentuk pemilu itu akan menghasilkan para wali-wali rakyat yang mampu memegang amanah rakyat. Yunani adalah negara yang sedang bergelut dengan kebangkrutan dengan rasio hutang 172,5%. Apakah pesta demokrasi di yunani memabukkan rakyatnya hingga saat berpesta dalam memlih pemimpinnya salah dalam memlih pemimpin ( Unforce Eror Vote ) atau kita alihkan kenegara tetangga kita Vietnam yang bisa tumbuh ekomominya mencapai 7,46% dan apakah ini juga bisa tarik hoptesis bahwa rakyat vietnam cerdas dalam memilih pemimpinnnya.
Tentu kesemua data dan fakta di atas tidak bisa kita jadikan instrumen tunggal untuk mengukur seberapa besarkah pengaruh pesta demokrasi dalam pemilu dapat menentukan nasib dan arah suatu negara tertentu dan seberapa Reliable atau handalnya rakyat membaca visi dan misi yang ditawarkan sang kandidat hingga rakayat jatuh hati padanya dan kemudian memilihnya, sama-sama masih segar dalam ingatan dan masih basah tinta dalam catatan kita bahwa ratussan orang harus meregang nyawa ketika ikut berbartisipasi ketikata menjadi petugas KPPS pada pemiliu 2019, dan masih menyisakan pertanyaan besar mengapa mereka meinggal dan seribu pertanyaan lainnya.
Jika demikian sudah sewajarnyalah dalam menyonsong pesta demokrasi pada tahun 2024, rakyat indonesia khusunya yang sudah mempunyai hak pilih harus dan wajib, cerdas menyikapi pesta demokrasi jangan terjebak pada ueforia suasana jadilah pemilih yang cerdas sebab pilhan kita menentukan nasib kita dalam berbangsa dan bernegara, carilah Pemimpin yang handal bukan Pemimpi yang Handal ( Reliable Dreamer ).
Semua stakeholder dalam pesta demokrasi wajib ikut mencerdaskan pemilih melalui education voter ( pendidikan untuk pemilih ), apakah itu pemerintah, partai-partai politik peserta pemilu yang menjadi kontestan dalam pemilu, KPU,Bawaslu Dll. Jangan memberikan contoh-contoh yang buruk seperti Negative Campign ketika memasuki masa kampanye sehingga lahirlah sak wasangka saling curiga-mencurigai sesama anak bangsa bahkan bermuara dan mengerucut pada terjadinya dikotomi di masyarakat yang terbelah menjadi dua kutub dan ini adalah out come yang kontra produktif terhadap makna pesta demokrasi itu sendiri.
Mulai saat ini jadilah kita pemilih yang cerdas agar pesta demokrasi betul- betul akan menjadi sarana pestanya rakyat karna tepat dan cerdas mememlih pemimpinnya dan pemimpin yang terpilih menjaga amanah untuk mengurus hajat hidup rakyat Indonesia singakat kata pemilih harus tahu Visi,Misi dan program dari calon pemimpinnya janganlah terjebak pada faktor primordial dan segala macam politikal marketing dari sang calon yang tidak ada hubungannya dengan kecakapannya sebagai calon pemimpin yang mengurusi hajat hidup rakyat atau konstituennya.
Dengan demikian dengan terpilihnya pemimpin yang amanah dengan standar kompetensi yang tinggi jelas Visi ,Misi dan Program-program yang di tawarkannya kelak pada aplikasinya kita mampu bergerak kerah yang lebih baik dan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi besar dunia dan berdiri di atas kaki sendiri dan macan Asia kembali mengaum, hal ini menjadi satu variabel untuk bukti bahwa pesta demokrasi adalah kegiatan rakyat dalam pemilu yang berujung pada sebuah kegembiraan karna sukses dalam memilih pemimpin yang mampu mengurusi hajat hidup rakyat itu sendiri kearah yang lebih baik. Sebab jika salah dan tidak cerdas dan cermat dalam memlih bisa jadi pesta demokrasi menjadi pesta yang kelabu yang penuh tangisan dan berakhir pada umpatan, kekecewaan, rasa menyesal bahkan kepada hal-hal yang lebih ekstrim dari kesemua itu yang titik pangkalnya salahnya rakyat memberi mandat kepada pemimpin yang sebenarnya mempunyai standar kompetensi yang rendah sehingga gagal mengemban amanah dan dampaknya akan berbalik kepada rakayat secara keseluruhan tidak saja yang memilihnya bahkan juga yang tidak memilihnya.
Kalau kita lebarkan sedikit islam sudah memeberikan metodologi untuk sebagai sandara dalam memilih amir atau pemimpin ktriterianya yaitu, Siddiq(jujur), Amanah(Bisa dipercaya), Fatanah(Cerdas,Bijak), Tabliqh(Menyampaikan).
Penulis : Kurniadi Aris, SH.MM