BALI (Indonesiadaily.co.id)– Sampah merupakan permasalahan lingkungan yang tidak pernah usai, baik di Bali maupun kota-kota lain di Indonesia, karena semakin modern kehidupan manusia, maka kuantitas sampah yang dihasilkan pun akan semakin meningkat.
Hal itu terlihat dari kecenderungan meningkatnya produksi sampah di daerah perkotaan seiring dengan meningkatnya jumlah populasi manusia, dengan perkirakan rata-rata setiap orang dapat menghasilkan satu sampai dua kilogram sampah per harinya.
Berangkat dari kesadaran itu seorang putra daerah Desa Pakraman Padang Tegal bernama Made Gandra berkeinginan kuat untuk mengubah tanah kelahirannya menjadi sebuah tempat yang dapat memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat luas.
BACA JUGA : Saat Pandemi Covid 19, Yayasan Pena Makin Agresif Beri Santunan Ke Anak-Anak Yatim
Menurutnya, masa depan Bali terletak pada bagaimana masyarakatnya peduli tentang pentingnya pegelolaan sampah yang ada disekitar. Kini ditangannya Desa Pakraman ‘Padang Tegal’ telah berhasil membuat gerakan perubahan besar dengan dibangunnya sebuah’Rumah Kompos Desa Adat Padang Tegal’ yang telah mendapatkan banyak penghargaan dalam bidang lingkungan.
Namun hal itu dapat di raih bukanlah tanpa proses, karena tentu saja ide dan jalan pemikiran itu hadir dengan jalan panjang yang dilewati Made Gandra setapak demi setapak hingga tujuan yang di harapkannya bisa tercapai.
Made Gandra lahir pada tahun 1970, ia terlahir di lingkungan keluarga petani dengan keadaan ekonomi yang serba pas-pasan. Kendati begitu, Made Gandra tumbuh sebagai anak yang tidak kekurangan kasih dan cinta kedua orang tuanya, nuansa kekeluargaan yang hangat di masa itu akan tetap kekal di dalam ingatannya .
IKUTI JUGA : Menjaga Hutan Menarik Wisatawan Dari Desa Tangkahen
Sedari kecil kehidupan Made Gandra memanglah tidak jauh dari hiruk pikuk pasar dengan segala aktivitas perdagangannya, ia sering ikut serta menemani neneknya berdagang di pasar sejak ia masih duduk di bangku ‘Sekolah Dasar’.
Bakat bisnisnya mulai terlihat seiring dengan pergelutan ekonomi keluarganya yang semakin keras, dan untuk mencukupi hajat hidup keluarganya, Made Gandra pun harus turut serta membantu mencari pundi-pundi rupiah dengan berdagang keliling desa menggunakan keranjang jinjing yang ia tempuh dengan berjalan kaki.
Kendati sedari kecil harus terus dihadapkan dengan kehidupan yang keras, tak pernah sedikitpun Made Gandra mengeluh, karena yang diiinginkannya di masa itu hanyalah dapat membantu meringankan pekerjaan orangtuanya.
Setelah naik kelas ‘Sekolah Menengah Pertama’, kehidupan Made Gandra pun mulai diperkenalkan dengan arus wisatawan yang berkunjung ke Bali. kehidupan masyarakat di Bali memang sedari dulu tidaklah lepas dari unsur seni budayanya yang sakral dan keutuhan budaya leluhur yang masih ditanam sempurna dalam pengaplikasian norma kehidupannya. Sehingga hal itu tak ayal membuat arus kunjungan para wisatawan mancanegara menjadi semakin deras , di masa itu juga roda pariwisata di Bali mulai berputar, sehingga iapun beranjak dewasa dengan denyut kehidupan Bali dan pariwisatanya.
Potensi bisnis yang ada pada Made Gandra pun semakin terasah,sejalan dengan kehidupannya yang sangat dekat dengan lingkungan perdagangan dan pariwisata. Hingga setelah ia menamatkan ‘Sekolah Menengah Atas’ ia pun sudah mulai mengelola bisnis tour and travel miliknya sendiri, yang semakin hari ditangannya terus berkembang, sehingga ia dapat menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang kuliah.
Namun sungguh di sayangkan, karena disaat bisnisnya sedang berada di masa kejayaan, kekuatan hati Made Gandra tampaknya harus di uji dengan tragedi Bom Bali yang menyebabkan seluruh industri pariwisata di Bali pada saat itu runtuh. Masa-masa kritis itulah yang mengharuskannya untuk menjual seluruh asetnya satu demi satu, agar dapat membayar gaji dan menyelamatkan kehidupan para pegawainya yang saat itu sudah mencapai ratusan orang.
PENTING : Hamparan “Surga” di Ketinggian 1.600 Meter
Gagal dalam bisnis tersebut, lantas tak membuat Made Gandra terus bersunggut dan patah arang, karena menurutnya kehidupan harus terus berjalan dan kemudi roda nasib harus tetap diseimbangkan. Maka dengan itu Made Gandra kemudian memutuskan untuk hijrah ke Ibu Kota Jakarta dengan doa dan harapan dapat menemukan sebuah peruntungan disana. Iapun memulai kehidupan baru sebagai pegawai pemasangan instalasi di sebuah perusahaan telekomunikasi yang ditekuninya tahun demi tahun di tengah hiruk pikuk kehidupan kota Jakarta dengan segala problematika-nya.
Layaknya orang-orang di perantauan, ia pun berusaha untuk menyesuaikan diri. Mulai dari mengenali lingkungan tempat tinggal, mengakrabi rekan-rekan kerja, perbedaan rasa makanan, hingga belajar cara-cara berhemat di tanah perantauan. Namun justru kehidupan seperti itulah yang menurut Made Gandra dapat membuat dirinya keluar dari zona nyaman dan menemukan hal-hal baru yang dapat menempa hidupnya lebih kuat.
Setelah perekonomiannya kembali stabil dan puas dengan berbagai pengalamannya, Made Gandra pun akhirnya memutuskan untuk pulang dan kembali berbakti pada kampung halamannya. Baginya kampung halaman tetap menjadi tempat dimana doa dan harapannya di tanamkan, walaupun tak bisa dipungkiri, orang yang memilih pulang ke kampung halaman seringkali justru mendapat penilaian yang negatif. Dianggap tidak mampu berjuang, bahkan lebih parah lagi yaitu dianggap sudah gagal di tanah perantauan.
BACA JUGA :MEMBANGUN KARANGASEM DENGAN KEKUATAN PIKIRAN & KASIH ‘I WAYAN ARTHA DIPA’
Namun, anggapan semacam itu justru sebenarnya keliru, dan Made Gandra membuktikannya dengan berani melawan anggapan umum bahwa kesuksesan hanya bisa didapat di perantauan. Baginya kesuksesan sesungguhnya bisa di dapat ketika seseorang bisa berbesar hati dan memikirkan kemajuan tanah kelahiran yang dicintai dengan tidak hanya memikirkan diri sendiri.
Sebagai daerah kunjungan wisata, tanah kelahirannya Padang Tegal di masa itu memang masih belum mempunyai fasilitas pengelolaan sampah daur ulang yang memadai, sehingga hal itu tentu berdampak buruk pada kelestarian alam yang sebenarnya merupakan aset Padang Tegal dalam pengelolaan daerah wisatanya.
Berangkat dari pemikiran itu, pada tahun 2013 Made Gandra pun bertekad memperbaiki situasi dengan membuat sebuah fasilitas daur ulang sampah yang di beri nama ‘Rumah Kompos Desa Adat Padang Tegal’ yang berkonsentrasi pada gerakan edukasi pengelolaan sampah, sampai pemilahan sampah organic dan non organic untuk masyarakatnya. Sehingga pengelolaan tersebut dapat bermanfaat bagi lingkungan dan juga memberikan keuntungan dengan membuat produk kompos yang akan didistribusikan ke pengusaha juga masyarakat luas.
Pulang dan membuat perubahan merupakan sebuah dharma baginya untuk mendeklarasikan kampung halamannya Padang Tegal sebagai tempat wisata berkualitas yang memberikan nilai lebih terhadap tujuan dan manfaat bagi para wisatawan.
IKUTI JUGA :RIBKHA KHOE TERAPKAN CHARACTER, CAPACITY DAN CHEMISTRY DALAM MEMBANGUN BISNIS
Hingga saat ini ‘Rumah Kompos Desa Adat Padang Tegal’ di tangannya sudah berhasil melayani 673 KK, 762 unit usaha, dan masih aktif mengedukasi manfaat pengelolaan sampah kepada masyarakat luas juga sekolah-sekolah, dengan jumlah karyawan hingga mencapai 40 orang.
Tak berhenti sampai disitu, Made Gandra pun semakin melebarkan sayap bisnisnya dengan membangun sebuah bisnis akomodasi bernama ‘Sarin Ubud Villa’ pada tahun 2016, dan berlanjut membuat sebuah cafe bernama ‘Habitat’ yang semua itu mengarahkannya pada suatu pemikiran untuk merespon unsur-unsur kearifan lokal dengan melakukan inovasi yang tidak hanya mengandalkan anugerah keindahan dan budaya yang selama ini melekat di ‘Padang Tegal’, tetapi ia juga melakukan inovasi untuk mengantisipasi trend masa depan pariwisata yang wisatawannya cenderung memperhatikan hal-hal seperti ramah lingkungan, sustainibility, dan kesehatan.
Selain kepentingan wisata, bisnis, ataupun kesehatan yang perlu dijaga, dalam mengembangkan bisnisnya Made Gandra percaya bahwa Bali terkenal sebagai sebutan Pulau Dewata karena memiliki rasa spiritual dan keunikan tersendiri bagi penikmatnya. Iapun kemudian memperkuat nuansa villa dan cafe-nya dengan interior yang menampakkan sentuhan spiritual agar para tamunya dapat merasakan kenyamanan dan pengalaman yang kuat dengan unsur Bali-nya.
IKUTI :INGIN PECAHKAN REKOR SETIAP TAHUN NAILA NOVARANTI MELAWAT LOKASI EKSTREM TERJUN PAYUNG TAIWAN
Dengan semua kerja keras itu, akhirnya Made Gandra percaya bahwa manusia memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan. Sering kali ia merasa bahwa ia telah memberikan usaha terbaiknya, namun belum membuahkan hasil yang diinginkan. Namun berkat doa, dan harapan, perjalanan berat menuju kesuksesan itupun dapat dijalaninya dengan hati yang tenang.
Dari perjalanan hidup Made Gandra tersebut membuat kita belajar bahwa doa dan harapan adalah mekanisme pertahanan diri yang paling kuat dalam hidup manusia. Apa yang menurut kita baik belum tentu baik bagi diri kita sendiri, karena Tuhan tahu apa yang jauh lebih baik dan penting untuk hidup kita dibandingkan dengan apa yang kita sendiri rencanakan.
Maka ketika kamu mendapatkan sebuah cobaan, hendaklah tetap bangkit dan bergerak maju, karena dengan itu Tuhan akan memberikan kisah yang lebih baik untukmu.(*)
Penulis : Jaya Sempurna