JAMBI (Indonesiadaily.co.id)-Bank Indonesia (BI) bersama Polda Jambi melakukan pemusnahan 9.104 lembar uang palsu, yang ditemukan di Provinsi Jambi dalam kurun waktu 2016 hingga 2019. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Bayu Martanto mengatakan temuan uang palsu diserahkan oleh masyarakat atau pun melalui loket perbankan.
Dari temuan uang palsu tersebut, yang terbanyak adalah pecahan nominal 100 ribu sebanyak 4.415 lembar. Kemudian, 3.867 lembar pecahan Rp50 ribu, 155 lembar pecahan Rp20 ribu, 13 lembar pecahan Rp10 ribu, dan 654 pecahan Rp5 ribu. Secara nasional, rasio uang Rupiah palsu tercatat sebanyak delapan lembar per satu juta uang yang beredar. “Rasio tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap satu juta lembar uang Rupiah yang diedarkan, ditemukan delapan lembar uang Rupiah palsu,” kata Bayu Martanto disela-sela acara pemusnahan uang Rupiah palsu, Rabu (14/03) di Kantor BI Jambi
Untuk penanganannya, dia menyatakan sudah dilakukan secara preventif dan juga represif. Selain itu pihaknya juga melakukan sosialisasi dan edukasi untuk mengenali ciri uang palsu agar masyarakat tidak menjadi korban penerima uang palsu. “Pemusnahan ini juga mendapatkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Jambi. Ada sebanyak 9.104 lembar yang dimusnahkan, mulai dari pecahan Rp5 ribu sampai Rp100 ribu. Pemusnahan akan digunakan mesin penghancur kertas,” ungkapnya.
Bayu mengimbau, kepada masyarakat jika menemukan uang palsu, bisa laporkan ke polisi dan Bank Indonesia atau perbankan. Salah satu upaya untuk menekan peredaran uang palsu, saat ini Pemerintah Indonesia menggalakkan penggunakan transaksi non tunai.
Sementara Kapolda Jambi diwakili oleh Dirkrimsus, Kombes Pol Edi Faryadi menyatakan, uang palsu bergerak terus. Di era 1990, kata dia, uang palsu dibuat dengan sangat sederhana. “Dulu tahun 90-an dia pakai warna dan disesuaikan namun hasilnya tak sempurna. Mereka gunakan malam hari dan di warung remang-remang. Kemudian masuk ke era digital sekarang. Bisa dipint pakai printer khusus. Kemudian berkembang lagi ke pencetakan yang lebih sempurna. Bahkan sudah 99 persen sama. Disini kejelian BI yang bisa membedakan,” ungkapnya.
Menurut Edi, uang palsu beredar biasanya kala ada pesta rakyat yang sangat besar. “Kalau dulu, di Jambi apabila ada keramaian disitu bisa ada. Kemudian juga di Pom Bensin juga sangat mudah beredar. Sasarannya pedagang kecil. Jangan sampai jadi korban, maka harus ada pengawasan,” katanya.
Asraf, mewakili Gubernur menyampaikan bahwa peredaran uang palsu dapat memicu terjadinya inflasi. Jika banyak uang palsu yang beredar di masyarakat, maka akan sangat merugikan.
“Uang palsu biasanya banyak beredar di tempat yang masih terbelakang,” tukasnya.(*/ynn/Rany)